fisip | Saturday, 05 February 2022 | 10:51 WIB  


Rabu, 2/2/2022. Program Pascasarjana Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang menggelar kuliah pakar bertajuk “Makna Religiusitas dalam Wacana Hermeneutika”. Salah satu narasumber acara tersebut adalah Dr. Sugeng Pujileksono, M.Si. (dosen FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya).

Di awal penyampaiannya, Sugeng  menjelaskan bahwa hermeneutika sebagai filsafat, teori, metode, dan kritis telah melalui jalan panjang sejarah. Diawali dari mitologi Yunani kuno, bahwa Hermes atau Mercury bertugas untuk menerjemahkan pesan-pesan dari para dewa yang ada di Gunung Olympus, agar mudah dipahami oleh umat manusia. Kemudian secara etimologi, hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, hermeneuein yang berarti menafsirkan atau hermeneia (kata benda) yang berarti penafsiran atau interpretasi. Hermeneutika sebagai filsafat hadir sejak Aristoteles menuliskannya dalam karyanya yang berjudul Peri Hermenias atau De Interpretatione. 

Dalam perkembangannya, masih menurut Sugeng, hermeneutika, digaungkan oleh Schleiemarcher, Dilthey, Husserls, Heidegger, Betti, Gadamer, Ricoeur, Lorenzer, Habermas, sampai Derrida. Untuk menurunkan konsep-konsep hermeneutika ke dalam ranah metode penelitian bukanlah hal mudah.  Hermeneutika adalah ilmu dan seni interpretasi. Ilmu karena mengikuti aturan-aturan tertentu. Seni karena itu adalah keterampilan yang dikembangkan dengan latihan” (Tony Merida).

Kuliah pakar ini diikuti oleh mahasiswa Magister dan Doktoral Sosiologi secara online mulai pukul 19.00 – 21.00. Di tengah-tengah penyampaiannya, Sugeng menjelaskan bahwa, tujuan utama pendekatan hermeneutik adalah untuk mengeksplorasi dan menganalisis kata-kata/ pernyataan, menggunakan metode kualitatif, dan teknik wawancara non-direktif untuk mengumpulkan informasi (Montesperelli, 1998).

Obyek kajian hermeneutika adalah manifestasi kehidupan yang meliputi (a) konsep, penilaian, dan formasi pemikiran yang lebih besar untuk mengomunikasikan keadaan, bukan keadaan pikiran, (b) tindakan sebagai manifestasi kehidupan, dan (c) ekspresi pengalaman hidup dan yang mengungkapkan lebih banyak tentang individu yang mengucapkannya (Dilthey, 1910). Hermeneutika sebagai metode penelitian, berada di bawah naungan paradigma konstruktivistik (Neuman, Cresswell, Guba & Lincoln). Di akhir penjelasannya, Sugeng menegaskan, perlu adanya konsistensi antara realitas yang diteliti, tema penelitian, teori, dan paradigma metode hermeneutika. (spl/fisipuwks)